Oleh Duladi
Pada suatu kali, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya memetik bulir gandum. Maka kata orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"
Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu—yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam—dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya.
Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat." (Markus 2:23-28)
Yesus masuk ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya.
Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: "Mari, berdirilah di tengah!" Kemudian kata-Nya kepada mereka: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" Tetapi mereka itu diam saja.
Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia (Markus 3:1-6)
Kita semua tahu, bahwa perintah untuk Menguduskan Hari Sabat merupakan salah satu dari 10 Perintah Allah. Tujuan utama Tuhan memberikan hari Sabat kepada kita adalah agar kita tidak terus-menerus disibukkan dengan kegiatan duniawi. Selama 6 hari kita bekerja, sebagaimana Tuhan juga dikisahkan melakukan pekerjaan penciptaan dalam 6 masa kemudian pada masa ketujuh Tuhan berhenti dari segala pekerjaanNya itu untuk menikmati hasil rancanganNya, demikian pula kita diberikan waktu sehari oleh Tuhan untuk beristirahat dan merenung. Di hari itu kita dimungkinkan untuk beribadah kepadaNya. Allah tidak meminta banyak, Ia hanya meminta 1 hari saja agar manusia mau ingat kepada DiriNya yang telah menciptakan kita dan mengasihi kita.
Hari Sabat diberikan untuk manusia agar ada jalinan hubungan yang harmonis antara manusia (sebagai anak) dan Tuhan (sebagai orangtua). Tuhan memberikan Sabat kepada manusia agar manusia dapat meluangkan waktunya sehari saja untuk Tuhan.
Tentang tetek-bengek aturan pelaksanaan bagaimana kita mengisi hari Sabat sebagaimana yang diuraikan dalam hukum Taurat, itu diterapkan dalam konteks tradisi untuk umat Yahudi. Jadi itu bukan Hukum Tuhan yang utama. Hukum Tuhan yang Utama adalah 10 Perintah.
Di zaman Perjanjian Baru, tradisi itu telah ditiadakan, tetapi Hukum Tuhan yang terutama tidak ditiadakan, justru malah makin disempurnakan oleh Yesus.
Ketika Yesus berkata: “Hari Sabat diadakan untuk manusia, dan bukan manusia untuk diperhamba oleh hari Sabat.”
Dari sini kita jadi tahu makna Sabat yang sebenarnya, dan Yesus telah memerdekakan kita dari belenggu tradisi keagamaan yang kolot.
Karena kita tahu, bahwa Sabat dimaksudkan agar kita ingat kepada Tuhan, maka secara cerdas pula kita bisa kembangkan makna rohani dari Sabat, bahwa sesungguhnya hari Tuhan bukan pada hari Sabtu saja, tetapi senantiasa dan setiap detik adalah waktu untuk Tuhan.
Beribadah kepada Tuhan tidak ditentukan waktunya dan tidak dijadwal sebagaimana yang biasa dilakukan oleh agama-agama duniawi.
Kita bisa berkomunikasi dengan Tuhan kapan saja dan di mana saja, di dalam hati kita, dan diucapkan dengan bahasa kita sendiri tanpa perlu menghafal mantera-mantera, karena Tuhan bukan berhala.
Di dalam kehidupan Kristen, telah menjadi tradisi bahwa pada hari Minggu (hari pertama) Yesus bangkit dari kematian. Maka ditetapkannya hari Minggu sebagai hari libur adalah sebagai bentuk penghormatan kita untuk kemenangan Tuhan atas kematian.
Jadi, hari Minggu bukan hari Sabat.
Hari Sabat bagi umat Kristen adalah senantiasa, setiap hari, setiap jam, setiap detik adalah waktu untuk Tuhan. Setiap anak Allah harus bisa menjalin hubungan yang mesra dengan Tuhan, dan tidak dibatasi waktunya kapan kita mau berbicara dan menyampaikan segala isi hati kita kepadaNya.
Hari Minggu adalah hari untuk menghormati kebangkitan Tuhan kita, sehingga hari itu ditetapkan sebagai hari libur internasional.
Hari libur tentu beda dengan hari untuk Tuhan. Harinya Tuhan adalah senantiasa, sementara hari libur untuk manusia ditetapkan pada hari-hari tertentu saja.
Hari Sabat yang benar adalah hari untuk Tuhan, ini adalah makna rohani dari Sabat. Tetapi orang-orang Yahudi tidak dapat menangkap arti rohani dari Sabat, sehingga ia terbelenggu oleh aturan-aturan agama yang kaku dan munafik. Itulah sebabnya Yesus menegaskan, "Sabat (hari libur) untuk manusia, dan bukannya manusia untuk Sabat (hari libur)." Sedangkan Sabat yang sejati adalah hari untuk Tuhan, di mana setiap waktu dan setiap detik adalah waktu untuk Tuhan. Inilah pemahaman Sabat dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya ada pepatah: "Bekerja sambil berdoa".
Sehingga, apabila para pengikut Muhammad menanyakan dalil dari ditetapkannya hari Minggu sebagai hari libur (Sabat dalam pengertian lahiriah), saya akan katakan:
Matius 28: “Pada hari pertama dalam penanggalan Yahudi, Yesus Tuhan kami bangkit dari kematian, menunjukkan kemenangan kuasa Allah atas kematian.” Maka inilah dasar dari ditetapkannya hari Minggu sebagai hari libur.
Hari Sabat Yahudi adalah tetap hari Sabtu. Hari Sabat menurut Yesus adalah senantiasa, sedangkan hari Minggu bukanlah hari Sabat (dlm pengertian rohani). Hari Minggu sebagai hari libur (Sabat dlm pengertian lahiriah) ditetapkan untuk menghormati kebangkitan Tuhan Yesus.
Sekali lagi: Sabatnya umat Kristen adalah senantiasa, setiap waktu dan setiap detik. Inilah Sabat yang sejati, dan kami umat Kristen tidak melanggar 10 Perintah Allah.
Salam,
DULADI
Tuesday, January 12, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment